-->

Memahami Pembagian Hadits Ditinjau Dari Segi Kualitas Dan Kuantitasnya



Memahami Pembagian Hadits Ditinjau Dari Segi Kualitas Dan Kuantitasnya
Makalah Ini Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliyah Telaah Materi PAI 2 Semester V D (Lima)
Fakultas Tarbiyah

Dosen Pengampu:Drs.KH, Akhirin Ali,M.Ag
INISNU 2.png













Disusun Oleh:
Nama  : Muhammad Ansori
NIM    :  210205
Semester :  V(Lima) D



 


FAKULTAS TARBIYAH  INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA’(INISNU) JEPARA 2012

Jln:Taman Siswa No. 9 Tahunan Jepara
Phone/Fax 0291-593132 e-mail: inisnujpa@yahoo.co.id. Blog: inisnu.blogspot.com



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Pembicaraan tentang pembagian hadis dilihat dari segi kualitasnya ini tidak terlepas dari pembahasan mengenai pembagian hadis ditinjau dari segi kualitasnya, yakni dibagi menjadi hadis mutawatir dan hadis ahad. Hadis mutawatir memberikan pengertian kepada yaqin bi al qath’I,bahwa Rasulullah SAW Benar-benar bersabda bahwa , berbuat dan menyatukan ikrar (persetujuannya)-nya dihadapan para sahabat, berdasarakan sumber-sumber yang banyak dan mustahil mereka bersama-sama sepakat berbuat dusta kepada Rasullah SAW.
Oleh karena kebenaran sumber-sumbernya benar-benara telah meyakinkan,, maka ia harus diterima dan diamalkan dengan tanpa mengadakan penelitian dan penyelidikan, baik terdapat sanad maupaun matannya. Berbeda dengan hadis ahad yang hanya memberikan faedah zhanny(prasangka yang kuat akan kebenrannya), mengahruskan kepada kita untuk mengadakan penyelidikan baik terhadap sanad maupun mtannya, sehinga setatus hadis ahad tersebut menjadi jelas “apakah dapat diterima sebagai hujjah atau ditolak.”
 Dari uraian diatas saya akan mencoba menjelaskan penjelasan yang lebih luas dalam makalah ini.

B.     RUMUSAN MASALAH:

Standart Kompetensi :
1.      Menjelaskan pembagian hadist ditinjau dari segi kualitasnya?
2.      Menjelaskan pembagian hadits ditinajau dari segi kuantitasnya?








BAB II
LANDASAN TEORI
Kompetensi Dasar :
1.      Hadits Ditinjau Dari Segi Kuantitasnya

Ulama’ berbeda pendapat tentang pembagian hadist ditinjau dari segi kualiatas dan kuantitasnya ini. Pendapat pertama, yang menjadikan hadis Mansur berdiri sendiri, tidak terrmasuk bagian dari hadits ahad, diannuat oleh sebagian ulama ushul, diantaranya adalah Abu Bakar Al Jassa (305-370 H). Sedang ulama golongan kedua dianut oleh kebanyakan ulama  ushu dan ulama kalam. Menurut mereka , hadist Mansur bukan merupakan hadis yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya bagian dari hadis ahad.
 Mereka membagi hadis menjadi dua bagian yaitu mutawatir dan ahad.
1.      Hadis mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang berikutnya atau beriring-iringan ynag antara satu dengan yang lain ada jaraknya.[1]
sedangkan  pengertiaan hadis mutawatir menurut istilah terdapat beberapa definisi, antara lain:
Ø  ‘’Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta’’.
Ada juga yang mengatakan:
Ø  Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu berdusta. Sejak awal sanad sampai akhir sanad, pada setiap tingkat(tabaqat).




Syarat- Syarat Hadis Mutawatir :
a)      Diriwayatkan Oleh Sejumlah Besar Perawi
      Hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang membawa kepada keyakinan bahwa meraka itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Mengenai masalah ini para ulam berbeda pendapat sesuaia dengan firman Allah, ada yang menyebutkan jumlahnya 5 orang , 10 orang , 12 orang , 20 orang , 40 orang dan ada yang 70 orang, penentuan jumlah-jumlah tertentu sebagaimana disebutkan diatas, sebetulanya bukan merupakan hal yang yang sangat prinsip ,sebab persoalan pokok yang dijadikan ukuran untuk menetapakan sedikt  atau banyaknya jumlah hadis mutawatir tersebut bukan terbatas pada jumlahnya , tetapi diukur pada tercapainya “Ilmu Dharuri. Sekalipun jumlah perawinya tidak banyak (tetapi melebihi batas minimal yakni 5 orang), asalkan telah memberikan keyakinan bahwa berita yang mereka sampaikan itu bukan kebohongan, sudah dapat dimasukkan sebagai hadis mutawawatir.
b)      Adanya Keseimbangan Antar Perawi Pada Thabaqat Pertama Dengan Thabaqat Berikutnya, maksudanya bila suatu hadis diriwayatkan oleh dua puluh orang sahabat, kemudian diterima oleh sepuluh tabi’in, dan selanjutnya hanya diterima oleh lima tabi’in tidak dapat digolongkan sebagai hadis metawatir , sebab rawinya tidak seimbang antara tabaqat pertama dengan thabaqat-thabaqat berikutnya[2].  
c)      Berdasarakan Tanggapan Pancaindra
Berita yang disampaikan oleh perawinya tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Artinya kalau berita mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatannya sendiri, oleh karena itu, abila berita itu merupakan hasila renungan, pemkiran atau rangkuman dari suatau peristiwa lain ataupun hasil istimbat dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan hadis mutawatir, misalnya berita tentang baharunya alam semesta yang berpijak pada pemikiran bahwa setiap benda yang rusak itu baharu, maka berita seperti ini tidak dapat dikatakan hadis mutawatir.[3]






o   Pembagian Hadist Mutawatir
            Menurut sebagian ulama hadits mutawatir itu terbagi menjadi dua ,yaitu mutawatir  lafdzi  dan  mutawatir maknawi. Namun ada juga yang memabaginya menjadi tiga yakni ditambah dengan hadis mutawatir amali.[4]
a.       Mutawatir Lafdzi
Yang dimaksud dengan hadis mutawatir lafdzi adalah “hadis yang mutawatir periwatannya dalam satu lafdzi.
b.      Mutawatir  Maknawi
Yang dimaksud hadis mutawatir maknawi adalah hadis yang maknanya mutawatir, tetapi lafalnya tidak.[5]
c.       Mutawatir Amali
Yang dimaksud dengan mutawatir amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah muatwatir antara umat islam, bahwa Nabi SAW menrjakannya, menyuruhanya, atau selaian dari itu dan pengertian ini sesuai dengan ta’rif ijama’.

2.      Hadis Ditinjau dari Segi Kualitasnya
Ditinjau dari segi kualitasnya ulama’ ahli hadis membagi menjadi dua: yaitu hadist maqbul dan hadist mardud.
1.      Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti  ma’khus(yang di ambil) dan  mushaddaq( yang di benarkan atau di terima).sedangkan menurut istilah adalah: Hadits yang telah sempurna padanya,syarat-syarat penerimaan.
2.      Hadits Mardud
Mardud  menurut bahasa berarti “yang ditolak” atau yang tidak di terima”.
Sedangkan mardud menurut istilah ialah “ Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadits maqbul”[6]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Para perawi hadits mutawatir tidak perlu di persoalkan , baik mengenai keadilan maupun ke-dhabit-annya,sebab dengan adanya persyaratan yang begitu ketat,sebagaimana telah di tetapkan di atas ,menjadikan mereka tidak mungkin melakukan dusta.
B.     Saran
Dengan makalah ini, kami buat yang mestinya tidak jauh dari kekurangan dan kesalahan, sehingga saran maupun kritikan sangat kami harapkan. Dan dalam dunia ini tidak ada hal yang sempurna begitu juga dengan makalah ini, karena kesempurnaan itu milik Allah SWT. Akan tetapi harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah dan para pembaca












Daftar Pustaka
Al-quran dan Terjemahannya , Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran , Departemen agama RI
Asimi , Al-,Abdurrahman Muhammad bin Qasim,Majmu’Fatawa
Jauziah, Al-Ibn Al-Qayyim,I’lam Al-Muwaqqi’in,jilid II,Mesir: Al –Sa’adah,1955



[1] Ahmad bin Muhammad AL-Fayummi, Al- Mishbah Al- Munir AL –Syarh Al-kabir li al-Rafi’I, juz II, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1398 H/ 1978 M), hlm, 321
[2] Jalal Al Din Ismail,  Buhuts fi Ulum Al Hadis, (Mesir: Maktabah Al Azhar, t. t), hlm. 114
[3] Nur Al Din ltr, loc.cit
[4] Ahmad Muhammad Al-Syakir,loc.cit
[5]  Mahmud Al-Tahhan,loc.cit
[6] Ajjaj Al-Khatib,op.cit.,hlm.303

No comments