-->

ALIRAN SALAF MENURUT IBNU QOYYIM AL-JAUZIYAH



ALIRAN SALAF MENURUT IBNU QOYYIM AL-JAUZIYAH

I. PENDAHULUAN
Pada makalah sebelumnya telah dijelaskan tentang aliran salaf menurut Ibnu Taimiyah serta pemikiran-pemikiran beliau tentang salafiyah. Dan didalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang aliran salaf menurut Ibnu Qoyyim yang mana beliau adalah murid dari Ibnu Taimiyah. Baik dari Ibnu Taimiyah maupun Ibnu Qoyyim sama-sama menganut madzhab dari imam Ahmad Ibnu Hambal.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Biografi Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah
B. Inti Ajaran Pokok Aliran Salaf Menurut Ibnu Qoyyim
C. Pendapat Ibnu Qoyyim Tentang Kebenaran dan Keburukan
D. Ide-Ide Ibnu Qoyyim Tentang Ketuhanan


































III. PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah
Tokoh ini dikenal sebagai imam, allamah, muhaqqiq, hafizh, ushuli, faqih, ahli nahwu, berotak cemerlang, dan banyak mengeluarkan karya. Nama lengkapnya Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz az-Zar’i, namun lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah(putra laki-laki dari seorang kepala sekolah). Qoyyim Al-Jauziyah adalah julukan yang dimiliki oleh ayahnya, karena telah mendirikan serta memimpin sebuah lembaga pendidikan di kota Damaskus dengan nama “AI-Jauziyah”. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Kampung kelahirannya adalah Zara’ dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Damsyq (Damaskus), Suriah.
Dari ayahnya, Ibnu Qayyim belajar ilmu faraidl karena sang ayah memang sangat menonjol dalam ilmu itu. Selain itu, dia belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab Al-Mulakhkhas li Abil Balqa’, kitab Al-Jurjaniyah, juga sebagian besar kitab Al-kafiyah was Syafiyah. Kepada Syaikh Majduddin at-Tunisi dia belajar satu bagian dari kitab Al-Muqarrib li Ibni Ushfur.Cakupan bidang keilmuannya demikian luas. Misalnya saja dia pernah belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, ilmu fikih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Ismail bin Muhammad al-Harraniy. Dia pun terkenal dalam pengetahuannya tentang mazhab-mazhab Salaf. Hingga akhirnya berguru secara intensif kepada Ibnu Taimiyah sesudah kembalinya Ibnu Taimiyah dari Mesir tahun 712 H.
Selain yang telah disebutkan diatas, beliau juga sangat ahli tentang masalah- masalah akhlak dan berbagai versi sastra keislaman. Diantara hasil karyanya adalah Zadul Ma’ad sebuah kitab yang bernilai tinggi dalam bidang fiqih dan sunnah, I’lamul Muwaqqi’in, sebuah kitab yang menjadi pedoman ulama bidang fiqih dan ushul. Beliau menutup lembaran hidupnya dengan usia 60 tahun pada malam kamis tanggal 13 Rajab 751 H.
B. Inti Ajaran Pokok Salaf menurut Ibnu Qayyim
Salaf (bahasa arab: As Shalafus Shalih) adalah generasi pertama dari kalangan sahabat dan tabi’in (dua generasi pasca sahabat) yang berada di atas fitrah (dien/agama) yang selamat dan bersih dengan wahyu Allah, yang kemudian dijadikan sebgai salah satu aliran dalam agama islam yang mengajarkan syariat islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan. Pengikut aliran ini disebut salafy (as-salafy), jamaknya salafiyyun (as- salafiyyun).
Tokoh aliran salaf adalah Ibnu Taimiyah kemudian dikembangkan oleh muridnya yaitu Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Ibnu Taimiyahlah yang paling berpengaruh terhadap pemikiran- pemikiran Ibnu Qayyim. Tetapi menyerap ajaran guru bukan berarti harus selalu mengikuti dan hilang daya kritis, Ibnu Qayyim sering berbeda pendapat dengan gurunya terutama bila beliau melihat pendapatnya memiliki dalil yang lebih kuat dan benar.
Diantara ciri- ciri aliran salaf yang dikembangkan oleh Ibnu Qayyim adalah sebagai berikut
1) Memberi ruang dan peluang ijtihad di dalam berbagai kajian keagamaan.
2) Tidak terikat secara mutlak dengan pendapat ulama- ulama terdahulu.
3) Memerangi orang yang menyimpang dari aqidah kaum salaf.
4) Kembali kepada Al-Qur’an dan As- Sunnah sebagai rujukan utama ajaran islam.
Dari ciri-ciri diatas dapat dilihat bahwa inti ajaran salaf versi Ibnu Qayyim adalah selalu teguh berpedoman kepada kitab suci Al- Qur’an dan As- Sunnah, dimana Ibnu Qayyim memiliki target mengembalikan syariat islam kepada sumber yang jernih yakni sebagai sumber agama yang lurus, bersih, tidak terpengaruh oleh pendapat ahli bid’ah dan tidak pula tercampur oleh pendapat orang- orang yang merusak agama.

C. Pendapat Ibnu Qayyim tentang kebenaran dan keburukan Ibnu Qoyyim mengupas pendapat mu’tazilah tentang kebaikan dan keburukan rasional, ketentuan kewajiban menjalankan agama dan adanya siksaan sebelum diutusnya rasul. Disertai pendapat lain yang berseberangan yaitu pendapat aliran Asy’ariyah yang menyatakan kebaikan dan keburukan syara’ serta penolakan pemberlakuan ketentuan agama sebelum adanya rasul. Kemudian Ibnu Qoyyim menyelaraskan kedua pendapat tersebut dengan menyatakan pendapat bahwa kebaikan dan keburukan itu beredasarkan rasio dan tidak ada pembenaran ketentuan agama sebelum adanya rasul.
D. Ide- ide Ibnu Qayyim tentang ketuhanan
Ada empat masalah ketuhanan yang berkaitan dengan masalah aqidah yang di bahas oleh Ibnu Qoyyim yaitu sebagai berikut:
1. Mencari Dalil Tentang Eksistensi Allah Ta’ala.
Ibnu Qoyyim dalam menunjukkan wujud Allah, penetapan keesaanya, sifat-sifat kesempurnaan dan predikat keagungannya, menggunakan tiga dalil naqli (syar’i) dan aqli (akal). Ketiga dalil tersebut adalah:
a. Dalil mencipta atau menjadikan
Dalil ini merupakan dalil syar’i yang sekaligus dalil aqli. Sebagai pemicunya ialah bahwa pemandangan alam semesta beserta isinya yang terdiri dari aneka ragam bentuk yang bermacam-macam serta berbagai makhluk yang mengagumkan, akan menguatkan iman seseorang yang paling urgen, yaitu iman kepada wujud-Nya sang Pencipta alam itu sendiri. (Sehingga akan yakin bahwa) mustahil adanya bentuk-bentuk ciptaan yang tiba-tiba terwujud dengan kemauannya sendiri. Inilah apa yang sering di sebut sebagai parameter landasan sebab-sebab timbulnya segala yang diwujudkan, haruslah ada yang mewujudkannya. Dan inilah yang hakiki (paling benar) dan tiada jalan lain untuk mengingkarinya ataupun gengsi untuk menerimanya.
b. Dalil mengatur dan memelihara
Di dalam masalah dalil argumentsi atas wujud Allah SWT, Ibnu Qoyyim tidak hanya menunjukkan dalil penciptaan atau barunya alam semesta, akan tetapi beliau juga berdalil akan tertib dan teraturnya alam semesta ini, keindahan, keserasiannya, serta kejelian hukum peredarannya. Terbukti bahwa diciptakannya hukum peredaran alam semesta yang rumit, teratur lagi mengagumkan serta keserasian yang indah ini merupakan bukti yang autentik.
Rasa-rasanya tidak masuk akal (logika), kalau semua itu tanpa adanya sang Pencipta juga sang Pengatur. Sama halnya keanehan itu terasa jika adanya alam semesta yang teratur secara pasti ini tanpa ada yang mengatur.
c. Dalil (bukti) pertolongan Allah
Dalil ini dibangun atas dasar sebagai berikut:bahwa sesungguhnya orang yang dikaruniai penglihatan untuk melihat alam raya ini dan apa-apa yang ada dalam jagad ini serta makhluk-makhluk yang tinggal didalamnya, akan menemukan segala sesuatu itu telah diciptakan dalam ciri-ciri yang khusus. Dengan ciri-ciri itu akan tampak wujud berbagai mahkluk dengan sebaik-baik bentuk. Salah satu contoh yaitu tentang susunan tubuh manusia dan apa yang ada didalamnaya. Dimana Allah telah menempatkan anggota-anggota pada tempatanya dan menyiapkannya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Serat hikmah yang tinggi dalam pertumbuhan tubuh manusia dan anggota-anggotanya dengan tanpa memisahkan antara yang tampak dan yang tidak tampak.
2. Sifat-sifat dan Nama-nama Allah.
Para ulama kalam membagi sifat-sifat Allah SWT menjadi tiga bagian: Pertama, Sifat-sifat Salabiah (bersifat Ingkar) baik secara lafadz maupun makna, Kedua, Sifat-sifat Salabiah Ijabiah (menetapkan) secara lafadz maupun makna, Ketiga adalah sifat Ijabiah (menetapkan) secara lafadz maupun makna. Ibnu Qayyim berargumen atas penetapan sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah SWT dengan dua jalan: Pertama, dengan jalan wahyu yang datang dari Allah SWT melalui lisan Rasulullah SAW. Kedua, dengan jalan Al biss (indera) yaitu menyaksikan dengan melihat tanda-tanda penciptaan di alam ini menjadi bukti bagi sifat-sifat sang pencipta. Ibnu Qayyim juga berpendapat bahwa sifat-sifat adalah dzat-dzat. Hal ini bertentangan dengan Faham Mu’taziyah dan para filosof yang menghilangkan perbedaan antara dzat dan sifat. Beliau berargumentasi sebagai berikut :
1. Sesungguhnya Asmaul Husnah Allah SWT adalah Asma yang Dia sifatkan untuk diri-Nya
2. Seandainya Asma Allah SWT tidak meliputi makna dan sifat, maka tidaklah tepat memberitahukan perbuatan-perbuatan Asma itu kepada Allah Azza Wa Jalla, maka jangalah berkata: “Sesungguhnya Allah SWT mendengar, melihat, kuasa, mengetahui dan berkehendak.”
3. Seandainya Asma Allah Ta’aala tidak menunjukkan makna-makna dan sifat-sifat, maka tidak dibenarkan menyifati-Nya dengan Asma tersebut. Akan tetapi Allah SWT memberi kabar tentang diri-Nya dengan sumber Asma dan menetapkannya untuk diri-Nya.
4. Seandainya Asma Allah Ta’aala bukan merupakan dzat-dzat dan sifat-sifat niscaya Asma itu bukan merupakan lafadz-lafadz yang sama tanpa ada perbedaan dengan yang ditunjukkan.
3. Sifat-sifat Khabariyah
Yang dimaksud sifat Khabariyyah adalah sifat yang ditetapkan pada Dzat Allah melalui syari’at, dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang sahih tanpa mendasarkan pada dalil ‘aqli (rasio)
Sifat Khabariyyah terbagi menjadi tiga bagian:
1. Sifat Khabariyyah dzatiyyah
2. Sifat Khabariyyah Fi’liah
3. Sifat Khabariyyah Kaifiyyah
Ibnu Qayyim mendasarkan madzhabnya tentang sifat-sifat Allah pada dua hal:
1. menetapkan adanya sifat-sifat Allah Jalla Jallaluhu beserta tanzih (mensucikan-Nya) dari penyerupaan terhadap makhluk
2. menolak ta’wil serta beriman kepada nash-nash sebagaimana aslinya sebagai upaya untuk menolak upaya menafikan sifat tersebut
4. Melihat Allah Ta’ala
Melihat Allah temasuk salah satu permasalahan penting dalam disiplin ilmu kalam. Permasalahan ini menimbulkan perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena adanya pemahaman mereka pada nash Al-Qur’an dan hadits.
Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa orang mukmin akan melihat Tuhannya Tabaaraka Wa Ta’aala pada hari kiamat dan kelak didalam surga. Allah SWT akan memperlihatkan Dzat-Nya kepada mereka secara jelas seperti matahari di angkasa yang sedang bersinar disiang hari atau bulan yang bersinar pada malam purnama.
Hal itu sebenarnya sebagai bukti kasih sayang Allah dan kelembutan-Nya kepada orang-orang yang berbuat baik . bahkan melihat wajah Allah Ta’aala merupakan bentuk kenikmatan yang paling sempurna bagi kaum mukmin.
IV. KESIMPULAN
Tokoh aliran salaf adalah Ibnu Taimiyah kemudian dikembangkan oleh muridnya yaitu Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Dari ciri-ciri diatas dapat dilihat bahwa inti ajaran salaf versi Ibnu Qayyim adalah selalu teguh berpedoman kepada kitab suci Al- Qur’an dan As- Sunnah, dimana Ibnu Qayyim memiliki target mengembalikan syariat islam kepada sumber yang jernih yakni sebagai sumber agama yang lurus, bersih, tidak terpengaruh oleh pendapat ahli bid’ah dan tidak pula tercampur oleh pendapat orang- orang yang merusak agama.
Dalam hal kebaikan dan keburukan ibnu qoyyim berpendapat bahwa ebaikan dan keburukan itu beredasarkan rasio dan tidak ada pembenaran ketentuan agama sebelum adanya rasul.Ibnu Qoyyim dalam menunjukkan wujud Allah, penetapan keesaanya, sifat-sifat kesempurnaan dan predikat keagungannya, menggunakan dalil naqli (syar’i) dan aqli (akal).


V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami sajikan kepada para pembaca, diharapkan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca tentang “Aliran Salaf Menurut Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah”. Tentunya kami sadar bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan manusiawi kami. Untuk itu kami mengharap kepada pembaca sekalian untuk memberikan saran yang konstruktif untuk kemajuan ilmu pengetahuan kita bersama.




DAFTAR PUSTAKA
Al Qardhawi, Yusuf, 2005, Aulawiat Al Harakat Al Islamiyah fil Marhalah Al
Qodimah, edisi terjemahan, Jakarta: USAMAH PRESS
Al Anwar As- Sanhuti, Muhammad, 2001, Ibnu Qayyim berbicara tentang Tuhan, Jakarta: MUSTAQIIM
Imad, Ibnul, 1978, Syadzraatudz-Dzahab, Jilid III, Beirut: Al Maktabah At Tijaari
Zainuddin, 1991, Ilmu Tauhid Lengkap, Bandung: Rineka Cipta

No comments