-->

“PERANAN MANUSIA SEBAGI KHALIFAH DI BUMI

MAKALAH
Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Tela’ah Materi PAI 2
“PERANAN MANUSIA SEBAGI KHALIFAH DI BUMI
Dosen Pengampu
Drs. KH. Akhirin Ali, M.Ag





________________________________________
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ ( INISNU )
JEPARA 2013


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Memahami cara-cara mencari surat dan ayat dalam al-Qur’an”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk  menyelesaikan tugas mata kuliah bimbingan konseling yang diampu oleh Drs. KH. Akhirin Ali, M.Ag selaku dosen Tela’ah mater PAI 2 di fakultas Tarbiyah INISNU Jepara.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingatakan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi kalangan banyak umumya.Amin.

Wassalamu’alaikumWr. Wb.


Jepara, 1 januari 2013
penulis








BAB I
PENDAHULUAN

Dalam surat al baqarah30, ad-dzariyat:56,al mukminun:12-14,an nahl:78.
Allah menyampaikan keputusan-Nya kepada para malaikat tentang rencana-Nya menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada para malaikat penting, karena merekalah akan dibebani sekian tugas yang menyangkut manusia, seperti memelihara, membimbing, dan lain sebagainya. Penyampainnya itu juga kelak akan diketahui manusia, akan mengantarnya bersyukur kepada Allah atas anugerah yang tersimpul dalam dialog antara Allah dn para malaikat.
Allah berfirman yang artinya “Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi”. Penyampaian ayat ini bias jadi setelah proses penciptaan alam raya dan kesiapannya untuk di huni manusia pertama (Adam) dengan nyaman.
Dengan adanya makalh ini, diharapkan kepada kita yang membacanya, agar dapat mengetahui kedudukan manusia di muka bumi ini, juga dapat memahami tugasnya dan kewajibannya sebagai khalifah di bumi ini. Dengan demikian, kita dapat mempelajari apa saja tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    PROSES KEJADIAN MANUSIA
QS AL- MUKMINUN :12-14

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ1
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ 
Artinya:
12.  Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13.  Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14.  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Perilaku yang mencemirkan surat Al Mukminum ayat 12-14
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling mulia diantara semua makhluk.kelebihan manusia dengan makhluk yang lain nya terletak pada jasmani dan rohaninya. salah satu perbedaan terbesar terletak pada akal pikiran manusia.Dengan akal pikiran itu,manusia dapat membedakan antara perbuatan baik dan buruk,antara yang khalal dan haram.Dengan akal pikirannya,manusia akan sadar sebagai hamba Allah SWT yang harus melaksanakan kewajiban menyembah kepada-Nya. Manusia juga harus dapat menjalin hubungan kemasyarakatan. Yang terpenting manusia harus dapat bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang di berikannya.


B.     HAKEKAT MANUSIA
Menurut Sastraprateja[1] (yang dikutip oleh Ramayulis dalam buku Ilmu Pendidikan Islam), mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakekat manusia sendiri adalah sejarah, hakekat manusia hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarah dalam sejarah bangsa manusia.
Kalangan pemikir di abad modern, juga membahas tentang hakekat manusia yang dapat dijumpai. Alexis Carrel[2] ( dikutip oleh Ramayulis dalam buku Ilmu Pendidikan Islam), mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya.
Ibn Arabi[3] (dikutip oleh Ramayulis), melukiskan hakekat manusia dengan mengatakan bahwa tak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari pada manusia. Allah SWT membuatnya hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, berbicara, mendengar, melihat dan memutuskan, dn inilah merupakan sifat-sifat rahbaniyah.
Murthada Mutahhari[4] (dikutip oleh Ramayulis), melukiskan gambaran al-Qur’an tentang manusia sebagai berikut : AAl-Qur’an menggambarkan manusia sebagai suatu makhuk pilihan tuhan, sebagai khalifah-Nya di bumi, serta sebagai makhluk yang semi samawi dan semi duniawi yang dalam dirinya ditanamkan sifat mengakui tuhan, bebas terpercaya, rasa tanggung jawab tehadap terhadap dirinya maupun alam semesta, serta dikaruniai keunggulan untuk menguasai alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai kearah kecenderungan kepada kebaikan dan kejahatan. Kemajuan mereka dimulai dengan kelemahan dan ketidakmampuan yang kemudian bergerak kearah kekuatan, tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan mereka, kecuali kalau mereka dekat dengan tuhan dn memngingat-Nya. Kapasitas mereka tidak terbatas, baik kemampuan dalam belajar, maupun dalam menerapkan ilmu. Mereka memiliki keluhuran dan martabat naluriah. Motivasi dan pendorong mereka dalam banyak hal, tidak bersifat keberadaan. Akhirnya mereka dapat secara leluasa memanfaatkan nikmat dan karunia yang dilimpahkan Allah kepada mereka namun pada saat yang sama, mereka menunaikan kewajiban mereka kepada tuhan.
Untuk mengetahui definisi hakekat manusia secara utuh, di antaranya dapat dilihat pengertian manusia dari segi kata yang digunakan :
1.      Ditinjau dari segi kata (istilah) yang digunakan
Al- Qur’an memperkenalkan tiga kata yang bisa digunakan menunjuk pengertian manusia, yaitu:
a.       Al-insan, terbentuk dari kata nasiya yang berarti lupa. Penggunaan kata al insan pada umumnya digunakan menggambarkan pada keistimewaan manusia penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan proses penciptaannya. keistimewaan tersebut Karena manusia memiliki potensi dasar, yaitu fitrah, akal dan kalbu. Potensi ini menempatkan manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan tertinggi dibanding makhluk-Nya yang lain.
b.      Kata al-Basyar, secara etimologi, al-basyar merupakan bentuk jamak dan kata al-basyarat yang berarti kulit kepala, wajah dan tubuh menjadi tempat tumbuhnya rambut. Pemaknaan manusia dengan al-basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti makan, minum, perlu hiburan, seks, dan lain sebagainya. Kata al-basyar ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali nabi dan rasul. Firman Allah SWT yang artinya :
Katakanlah : “sesungguhnya Aku (Muhammad) hanyalah seorang manusia seperti kamu” (QS. 18 : 10)
Penggunaan kata al-basyar mempunyai makna bahwa manusia secara umum mempunyai persamaan dengan ciri pokok dari makhluk Allah lainnya secara umum seperti seperti hewan dan tumbuhan .
c.       Kata al-nas, menunjukkan pada hakekatnya manusia sebagai makhluk social. Dan ditujunjukkan kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah beriaman atau kafir. Selain itu, al-nas juga dipakaikan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan bahwa karakteristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil.
C.    KEDUDUKAN MANUSIA
.QS ADZ ZARIYAT :56
Kesatuan wujud manusia antara pisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwin dan menempatkan manusia pada posisi yang strategis, yaitu :
1.      Manusia Sebagai Hamba Allah
Musya Asy’arie[5] (dikutip oleh Ramayulis) mengatakan bahwa esensi hamba adalah ketaan,ketundukan dan kepatuhan yang kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada tuhan. Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah yang senantiasa berlaku baginya.
Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Allah SWT berfirman :
Artinya : “maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Allah), tetaplah pada fitrah Allah yang tela menciptakan manusia menurut fitrah (agama) itu tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. 30 :30).
Manusia diciptakan Allah tidak lain kecuali agar menyembah kepada-Nya. Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah dan menghambakan diri kepada Allah yang disebut ibadah mahdlah, dan manusia juga wajib berhubugan dengan sesaman makhluk yang disebut ibadah ghairu mahdlah.
Islam telah memberi petunjuk kepada manusia tentang tatacara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran islam.
ﻭ ﻤﺎ ﺧﻟﻗﺕ ﺍﻟﺟﻦﱠ ﻭ ﺍﻹﻧﺱ ﺍﻻﱠ ﻟﻳﻌﺑﺪﻭﻦ
Artinya : “dan Aku tidak menciptakana jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Zaariyaat : 56).
Dengan memahami surat adz-zariyat, hendaknya manusia dapat mengambil pelajaran bahwa[6] :
•         Menyadari bahwa hidup di dunia bukanlah tujuan, melainkan sebagai kesempatan beramal baik untuk menuju hidup bahagia di akhirat kelak.
•         Kesempatan hidup hendaknya dimanfaatkan untuk menghambakan diri kepada-Nya dalam seluruh aspek hidupny.
•         Kenikmatan berupa kesenangan hidup di dunia jangan sampai melupakan tugas pokok hidup, yakni menghambakan diri kepada Allah semata.
Pengakuan manusia akan adanya tuhan secara naluriah menurut informasi al-Qur’an disebabkan telah terjadinya dialog antara Allah dan roh manusia tat kala ia berada di alam arwah. Firman Allah SWT :
Artinya : “Dan (ingatlah) Ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian mereka terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini tuhanmu?”, mereka anak-anak Adam menjawab : ”Betul (Engkau tuhan kami) kami menjadi saksi….. (QS. 7 : 172).
Dengan demikian, kepercayaan dan ketergantungan manusia dengan tuhannya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Pengenalan dan pengabdian yang dilakukan manusia sebagai realisasi kepatuhan kepada tuhannya pada mulanya mereka lakukan sesuai dengan keterbatasan akalnya. Allah tidak ingin manusia berada selalu dalam kesesatan. Untuk itu Allah memperkenalkan manusia tentang dirinya melalui wahyu-Nya. Sehingga manusia dapat melaksanakan pengabdiannya sesuai aturan yang dikehendaki Allah. Allah juga mengutus para Rasul-Ny sebagai pemberi petunjuk kepada manusia mana yang harus mereka sembah sebenarnya. Lewat instingtif pengakuan akan adanya Zat Yang Menguasainya, akal, bimbingan wahyu (ajaran agama) yang disampaikan dengan perantaraan Rasul, manusia diharapkan  mampu mengenal khaliqnya lewat pengabdian yang ditunjukkannya dalam kehidupan.
D.    MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH ALLAH
.QS AL BAQARAH:30
Pada mulanya, kata “khalifah” berarti ‘yang menggantikan’ atau ‘yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya[7].  “khalifah” berasal dari fi’il madhi ‘khalafa’ yang berarti “mengganti dan melanjutkan”, yaitu proses penggantian antara satu individu dengan individu yang lain.
Menurut Quraish Shihab[8], istilah khalifah dalam bentuk mufrad (tunggal) yang berarti penguasa politik hanya digunakan untuk nabi-nabi yang dalam hal ini nabi Adan as, dan tidak digunakan untuk manusia pada umumnya. Sedangkan untuk manusia biasa digunakan khala’if  yang di dalamnya mengetahui arti yang lebih luas, yaitu bukan hanya sebagai penguasa politik, tetapi juga sebagai penguasa dalm berbagai bdang kehidupan.
Allah menciptakan alam semesta tidak sia-sia, penciptaan manusia bertujuan jelas yaitu dijadikan sebagai khalifah atau penguasa (pengatur bumi) untuk memakmurkan kehidupan di bumi sesuai dengan petunjuknya. Firman Allah SWT :
ﻭ ﺇﺫ ﻗﺎﻝ ﺭﺑﱡﻙ ﻟﻟﻣﻼﺋﻛﺔ ﺇﻧﱢﻰ ﺟﺎﻋﻞ ﻓﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﺧﻠﻳﻔﺔۙ ﻗﺎﻟﻭﺍ ﺍﺗﺟﻌﻝ ﻓﻳﻬﺎ ﻣﻥ ﻳﻓﺳﺪ ﻓﻳﻬﺎ ﻭ ﻳﺳﻓﻚ ﺍﻟﺩﻣﺎﺀ ﻭ ﻧﺣﻥ ﻧﺳﺑﱢﺢ ﺑﺣﻣﺪﻚ ﻭ ﻧﻗﺪﱢﺲ ﻟﻚ ﻗﺎﻞ ﺇﻧﱢﻰ ﺃﻋﻠﻡ ﻣﺎ ﻻ ﺗﻌﻠﻣﻭﻥ.
Artinya : “ Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat : “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “ mengapa Engkau hendak menciptakan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Allah berfirman : “sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”. (QS. Al-Baqarah : 30).
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah manusia harus selalu berpedoman kepada petunjuk yang telah diberikan Allah. Dengan memahami ayat surat al-Baqarah ayat 30, hendaknya manusia berperilaku yang mencerminkan[9] :
1.  Kesadaran akan tugas hidupnya sebagai pengatur bumi.
2.  Perbuatan yang baik kepada sesama manusia maupun terhadap makhluk yang lain.
3.Usaha semaksimal mungkin untuk menghindari perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan bagi siapapun.
4.  Usaha utuk mewujudkan islah atau perdamaian di bumi dan menghindari pertikaian yang akan membawa kerusakan.
Untuk lebih menegaskan fungsi kekhalifahan manusia di alam ini, dapat dilihat pada ayat-ayat di bawah ini yang artinya :
Artinya : “dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Di meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat”. (QS. Al-An’am : 165).
 “Menurut Quraish Shihab (yang dikutp oleh Ramayulis), mengatakan bahwa hubungan antara manusia dengan alam, atau hubungan manusia dengan manusia, bukan merupakan hubungan antara penakluk dengan ditaklukan, atau antara tuan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukkan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, manusia dalam visi kekhalifahannya, bukan saja sekedar menggantikan, namun dengan arti yang luas ia harus senantiasa mengikuti perintah yang digantikan (Allah).
Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada manusia seperangkat potensi  (fitrah) yang berupa akal, qalb, dan nafs. Akan tetapi fitrah itu sendiri tidaklah berembang secara otomatis, melainkan bagaimana manusia itu sendiri yang mengembangkan fitrahnya sendiri. Untuk itu, Allah telah menurunkan wahyu-Nya kepada para nabi agar menjadi pedoman bagi manusia dalam mengaktualisasikan fitrahnya secara utuh dan selaras dengan tujuan penciptanya.
Dengan kedudukan dan fungsi, serta kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya melebihi makhluk lain, memiliki konsekuensi nilai moral yang religius, dan manusia harus mempertanggungjawabkan semua aktivitas kehidupannya di hadapan sang khalik. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Dan Ibnu Umar ra berkata : “aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “tiap-tiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpinnya……. (HR. Mutafaq ‘Alaih).
Ahmad Hasan Firhat[10] (yang dikutip oleh Ramayulis), membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua bentuk, yaitu : pertama, khalifah kauniyah, yaitu wewenang manusia secra umum yang dianugerahkan Allah SWT untuk mengatur dan memanfaatkan alam semesta beserta isinya bagi kelangsungan kehidupan manusia di muka bumi, label kekhalifahan diberikan kepada semua manusia sebagai penguasa alam semesta.
Kedua, khalifah syar’iat, yaitu wewenang Allah yang diberikan kepada manusia untuk memakmurkan alam semesta. Hanya saja predikat khalifah ini secara khusus ditujukan kepada orang-orang mukmin. Hal ini dimaksudkan agar dengan keimann yang dimilikinya mampu menjadi pilar dan kontrol dalam mengatur mekanisme alam semesta sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang telah digariskan Allah lewat ajaran-Nya.



. QS AN NAHL AYAT :78
Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(qs.an nahl: 78).

kandungan ayat:
 Allah swt. Menjelaskan bahwa setiap manusialahir dari perut ibunya dalam keadaan tidak berilmu, dan Allah memberinya karunia yang tidak ternilai berupa pendengaran pengelihatan akal dan kalbu, maka manusia wajib bersyukur kepada Allah swt. Atas segala karuniaNya .

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia yang diciptakan Allah di muka bumi ini sebagai khalifah yang harus bisa bertanggung jawab terhadap tugasnya, karena manusia sejak lahir sudah mempunyai potensi-potensi (fitrah), maka dari itu, manusia harus dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya dengan baik agar dapat di pertanggungjawabkan, karena manusia sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di bumi. hendaknya manusia berperilaku yang mencerminkan :
ü  Kesadaran akan tugas hidupnya sebagai pengatur bumi.
ü  Perbuatan yang baik kepada sesama manusia maupun terhadap makhluk yang lain.
ü  Usaha semaksimal mungkin untuk menghindari perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan bagi siapapun.
ü  Usaha utuk mewujudkan islah atau perdamaian di bumi dan menghindari pertikaian yang akan membawa kerusakan.

















DAFTAR PUSTAKA
Aswan, Yunan, 2010, Teladan Sempurna Pendidikan Agama Islam 1 Kelas X SMA, Jakarta : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
Prof. Dr. H, , Ramayulis, Prof. Dr. H, , 2008 Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia
 Drs,Purwanto, Edi, dan Drs, Suyadi, 2004, Pendidikan Agama Islam, Surakarta : Widya Duta,



________________________________________



[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008), hlm. 1
[2] Ibid., hlm. 2
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Edi Purwanto dan Suyadi, Pendidikan Agama Islam, (Surakarta : Widya Duta, 2004), hlm. 2       
[6] Ibid., hlm. 3
[7] Yunan aswan, Teladan Sempurna Pendidikan Agama Islam 1 Kelas X SMA, ( Jakarta : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2010
[8] Ramayulis, Op.Cit., hlm. 9
[9] Edi purwanto dan Suyadi, Loc.Cit
[10] Ramayulis, Op.Cit., hlm. 11

No comments